Home      Photo Gallery     Bikin Blog      Hobbies     About      

Friday, December 1, 2006

PKB Berdasarkan Harga Pasaran

Jakarta, Kompas - Aturan tentang Pajak Kendaraan Bermotor yang diterapkan Pemprov DKI Jakarta sejak April lalu belum memasyarakat. Masyarakat mengira, makin lama usia kendaraannya, pajak yang akan dibayar semakin mahal. Padahal, PKB berdasarkan harga kendaraan di pasaran.
Kepala Unit PKB dan BBN KB Sistem Administrasi Satu Atap (Samsat) Jakarta Timur Muhammad Ali menegaskan, besarnya PKB yang harus dibayar masyarakat sangat ditentukan harga pasaran kendaraan. Jika kendaraan yang dimiliki termasuk kendaraan favorit di masyarakat, pajak yang dibayar akan semakin besar.

Perubahan ketentuan pajak ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 Tahun 2006 tentang penghitungan dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB). Permendagri ini dikuatkan lagi dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 30 Tahun 2006.

Permendagri itu memuat daftar setiap jenis kendaraan bermotor, tahun pembuatan, dan harga di pasaran. Pajak dihitung berdasarkan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) di pasaran dikali bobot lalu dikali 1,5 persen. Angka bobot kendaraan yang dipakai adalah 1 atau 1,3, tergantung kerusakan jalan yang disebabkan oleh bobot kendaraan. Kendaraan sejenis sedan biasanya berbobot 1, sedangkan kendaraan besar, seperti truk, memiliki bobot 1,3.

Besarnya nilai harga jual di pasaran, menurut Ali, diperoleh dari masukan banyak pihak, antara lain pedagang mobil di pasaran dan tentu juga hasil survei yang dilakukan tim khusus Departemen Dalam Negeri. "Harga ini berlaku di seluruh Indonesia walaupun harga kendaraan di berbagai daerah berbeda-beda. NJKB ini akan ditentukan setiap tahun berdasarkan harga yang berlaku di pasaran," kata Ali.

Ali mengakui, akibat perubahan ini kantornya menerima banyak keluhan dari masyarakat karena pajak yang harus dibayar ternyata jauh lebih besar daripada pajak tahun sebelumnya.

Selain itu, kendaraan niaga dengan pelat kuning, yang selama ini mendapat diskon khusus dari Pemerintah Provinsi DKI yang besarnya sangat bervariasi, sekarang disamakan menjadi 40 persen berdasarkan Permendagri tersebut. "Sebelum peraturan ini kami tetapkan, ada kendaraan niaga berpelat kuning yang mendapat diskon sampai 63 persen. Setelah diskon yang ditetapkan hanya 40 persen, mereka terkejut," ujar Ali.

Kendaraan favorit

Diana (46), warga Pondok Indah, Jakarta Selatan, sangat terkejut ketika tahun ini dia harus membayar pajak mobil Peogeot 806 tahun 2000 sebesar Rp 3,7 juta. Padahal, tahun lalu dia membayar hanya Rp 2,3 juta. "Aneh juga ya, masak pajak mobil yang usianya enam tahun justru lebih mahal dibanding ketika masih lima tahun," ujarnya.

Sementara Anto Sumarno (68), warga Matraman, Jakarta Timur, mengaku sempat khawatir pajak atas mobil Honda Accord-nya tahun 1981 akan melambung tinggi. Namun, ternyata pajaknya justru turun karena NJKB-nya turun dari Rp 21 juta menjadi Rp 18 juta.

Ali menjelaskan, bagi masyarakat yang ingin mengetahui berapa besar pajak yang harus dibayar bisa datang ke Kantor Samsat terdekat.

Di sana masyarakat tinggal menyebutkan nomor polisi kendaraan bermotornya, maka akan langsung terlihat di layar komputer berapa NJKB dan besarnya pajak yang harus dibayarkan.

Bagi masyarakat yang kendaraannya bukan kendaraan favorit, tidak perlu khawatir pajaknya akan tinggi. "Kendaraan yang favorit biasanya adalah minibus atau kendaraan keluarga dan sedan mewah," ujar Ali. (ARN)

No comments: